Sinau Mati


[mencoba memahami, mengurai dan menjabarkan, Sinau Mati – KiaiKanjengIndonesia]

Sinau mati sajroning urip,
Supoyo suk yen mati dikersakne urip,

Sing rumangsamu urip kui jane mati,
Sing rumangsamu mati sejatine urip,

Gusti paring urip sajroning mati,
Gusti paring mati sajroning urip,

Ananing ana kinarya ana,
Gusti Kang Sejati ana,

KUN…..

Titah rumangsa ana
=================================================

>> SINAU MATI SAJRONING URIP
belajar “mati” didalam (ke)hidup(an),,

Bagi masyarakat Jawa, terutama yang masih memiliki budaya Jawa didalam dirinya, belajar mati didalam kehidupan, bukanlah hal yang asing,, Masyarakat Jawa mengenal, dan belajar memahami kehidupan termasuk juga urusan kematian, salah satunya lewat Tembang Macapat,,
Macapat merupakan salah satu bentuk Sastra Jawa yang berkembang di era Jaman Kewalen [kewalian; Wali],,
Untuk mempelajari, mendalami dan menghayati (ke)mati(an), ada pada Tembang Macapat Megatruh dan untuk mempelajari (ke)mati(an), pada akhirnya dipungkasi dengan Tembang Macapat Pucung,,

Megatruh
Megat berarti memutus, memisahkan,, Ruh berati Ruh,,
Jadi bisa diterjemahkan sebagai salah satu sarana untuk belajar memutuskan, memisahkan Ruh dalam diri,, atau dengan kata lain Sinau Mati,,
Sistematika atau rancangan Guru Lagu dan Guru Wilangan Tembang Macapat Megatruh ini diciptakan oleh Sunan Giri (5 gatra : 12-u, 8-i, 8-u, 8-i, 8-o),, dalam urutan Tembang Macapat, Megatruh berada pada urutan Tembang ke 10,,

Pucung
Pucung; Pocung; Pocong adalah istilah untuk orang sudah meninggal dan telah dibungkus kain kafan,,
Sistematika atau rancangan Guru Lagu dan Guru Wilangan Tembang Macapat Pucung ini diciptakan oleh Sunan Gunung Jati (4 gatra : 12-u (4-u dan 8-u), 6-a, 8-i, 12-i),, dalam urutan Tembang Macapat, Pucung berada pada urutan Tembang ke 11,,

Sinau Mati Sajroning Urip, Mati disini bisa juga diterjemahkan dengan arti lain,,
pemaknaan ganda seperti hal ini sangat wajar dalam Susastra Jawa, hal ini dikarenakan banyaknya operasi bahasa dalam Susastra Jawa seperti Sanepan dan atau Pasemon,,
menurut Ki Herman Sinung Janutama dalam pembabaran Serat Jawa, Serat Wirid Hidayatollah, Megatruh berarti bercerai; memutus dari zinat al-hayat ad-dunya, hiasan; lezatnya kehidupan dunia,,

Sinau mati sajroning urip itu sendiri secara grambyangan bisa dijabarkan sebagai usaha untuk mempelajari asal usul kehidupan, kehidupan dan kematian,, atau sangkan paraning dumadi,,
Atau,,
sebuah usaha mematikan hasrat keduniawian sebagai “tabungan” untuk kehidupan selanjutnya, seperti apa yang ada dalam keyakinan Masyarakat Jawa,,

>>SUPOYO SUK YEN MATI DIKERSAKNE URIP
agar kelak ketika (benar2) “mati” akan (diberikan) kehidupan,,

yang membuat kematian itu menjadi hidup adalah amal; perbuatan,,
wejangan Kyai, Guru dan Orang Tua adalah anjuran untuk senantiasa menghiasi kehidupan ini dengan laku becik; amal sholeh; perbuatan baik,, karena setiap yang kita tanam (dengan tanpa pamrih) akan senantiasa menghasilkan,,
sesuai yang dijanjikan, bahwa yang menetramkan didalam kematian (sebelum dihidupkan kembali) adalah Amal Sholeh atau Perbuatan *Baik,,
(* yang berasal dari alam bawah sadar manusia berdasar kefahaman atas keilmuan)

>>SING RUMANGSAMU URIP KUI JANE MATI
yang kamu sangka hidup, itu sebenarnya mati,,

kehidupan di dunia ini adalah kematian,,
didalam kehidupan ini ada banyak yang bisa kita lakukan, namun jika hasrat tersebut mampu kita bendung; kelola demi sebuah harapan untuk kehidupan dimasa mendatang,,
nilai unggul dari kehidupan di dunia ini adalah kepandaian; kebijaksanaan dalam “mematikan” hasrat yang ngoyoworo (menggelora tak terbendung),,

>>SING RUMANGSAMU MATI SEJATINE URIP
(sedangkan) yang kamu sangka mati, sebenarnya (dia) itu hidup,,

Ada yang menyangkakan bahwa perbuatan manusia di dunia ini tidak akan membawa pengaruh pada kehidupan dimasa yang akan datang,,
1.2.1,,
adalah analogi Masyarakat Jawa untuk menanggapi sikap seperti diatas,,
1 (satu) maksudnya, manusia lahir kedunia ini sendiri,,
2 (dua) maksudnya, didalam kehidupannya, manusia harus bermasyarakat,, tidak berkehidupan sendiri,,
1 (satu) maksudnya, setelah habis masa berlakunya, manusia akan sendirian untuk kembali pada Penciptanya, Mati,,

Kelahiran manusia adalah suci, membawa sempalan Dzat yang diberikan dengan kasih sayang oleh Sang Pencipta,, dinamika didalam kehidupan membawa pengaruh perubahan pada manusia, sesuatu yang suci lama kelamaan akan terkikis, sedikit demi sedikit, sesuai apa yang dilakukan oleh manusia tersebut,, 
maka yang semula A mejadilah ‘A (A aksen),,
A tidak sama dengan ‘A, walaupun ‘A adalah turunan; berasal dari A,,
Sama seperti halnya dengan; Hujan dan Kehujanan, Dingin dan Kedinginan, Cinta dan Mencintai dst,,

>>GUSTI PARING URIP SAJRONING MATI
Tuhan yang memberikan (izin untuk) hidup didalam mati,,

(karena) hanya Tuhan yang bisa memberikan kehidupan didalam kematian,,
Hak mutlak Tuhan untuk memberikan atau tidak, untuk “berbuat” adil atau tidak,,

>>GUSTI PARING MATI SAJRONING URIP
(pun juga) Tuhan yang memberikan (izin untuk) mati didalam hidup,,

(karena) hanya Tuhan yang bisa memberikan kematian didalam kehidupan,,
Hak mutlak Tuhan untuk memberikan atau tidak, untuk “berbuat” adil atau tidak,,
karena (hanya) salik; yang berproses, didalam kehidupan ini yang akan menemukan hakikat mati didalam hidup,,

>>ANANING ANA KINARYA ANA
adanya sesuatu karena diadakan,,

di alam semesta ini, tidak ada sesuatu yang keberadaannya tidak diciptakan; manusia, hewan, tumbuhan, gunung, laut, langit, awan, musim, planet, dan seterusnya, termasuk juga kelahiran dan kematian,,
ada karena (memang) diadakan; dibuat,, sengaja dibuat,,

>>GUSTI KANG SEJATI ANA
Tuhan Yang Maha Esa itu ada,,

Tuhan, Sang Kreator-lah yang mengadakan, sehingga adanya seperti ini,,
Tuhan mengadakan semua ini “cukup” dengan “mengucap”

>>KUN…..
Jadilah…,,

>>TITAH RUMANGSA ANA
(dengan) perintah menjadi ada,,

Maka “hanya” (dengan) perintah; kehendak KUN, maka (semuanya) menjadi ada,,

Sinau Mati, (sebenarnya) adalah sebuah proses untuk hidup dan juga sebagai bekal untuk kehidupan yang sebenarnya,,
Masyarakat Jawa mempelajari Mati agar dalam kematiannya tidak sasar susur; tersesat,, ketika telah memahami dan mendapati bekal, maka kehidupan (dunia) ini tidaklah berarti lebih, sekedar sepetak ladang untuk tempat menanam,,

Semoga kita semua bisa Sinau Mati Sajroning Urip,,
agar kita bisa bersama-sama berjalan beriringan membawa hasil panen, untuk kita persembahkan pada Ruh Suci, Ruh ketika kita lahir,, sebagai bukti bahwa kita telah berhasil menjadi manusia, dan bersama Ruh Suci, bersiap kembali kepada-NYA,,
Menjadi mulia dengan menauladani Yang Mulia

Muhammadun basyarun lâ kalbasyari, Bal huwa kal yâqûti bainal hajari,,

(Muhammad SAW adalah seorang manusia namun bukan manusia biasa, dia laksana batu permata diantara bebatuan biasa)
[https://www.youtube.com/watch?v=A93tDW8Hlsg#t=6m40s]

Ipungsweettenan@09042015



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGETAHUAN KARAWITAN