CARAKA NAGARI
HA NA CA RA KA, DA TA SA WA LA, PA DHA JA YA NYA, MA GA BA THA NGA
ada [dua] utusan,
seorang pemegang janji, sama-sama saktinya, sama-sama
mati.
Masih teringatkah anda dengan legenda
aksara jawa, legenda klasik tanah jawa yang diyakini sebagai asal muasal
terbentuknya aksara jawa.
Apakah berarti proses pendirian Jawa
[bukan suku Jawa], terbentuk atas terjadinya peperangan?
atau akan selalu diwarnai dengan
peperangan?
ataukah… ada kemungkinan untuk memulai
hal baru, harus ada yang ditebus dengan kematian/mematikan?
Bagaimana jika Aksara Jawa tersebut
ditafsirkan secara kontemporer;
HA NA CA RA KA : ada [dua] utusan
DA TA SA WA LA : seorang pemegang janji/amanat
PA DHA JA YA NYA :
sama-sama saktinya
MA GA BA THA NGA :
sama-sama mati
Utusan
Apa/Siapa yang mengutus dia? Partai, Rakyat,
Tuhan
Untuk apa/siapa dia diutus? Partai, Rakyat,
Tuhan
Secara umum, pengutus atau pendelegasi
berasal dari lembaga yang bernama Partai, dari urusan Dewan sampai urusan Presiden
adalah “ulah” pendelegasian Partai.
Jika Rakyat sudah muak dengan para calon
yang diusung menjadi caraka/utusan,
maka Rakyat bisa mandiri dalam menentukan siapa yang layak menjadi caraka bagi
mereka.
Perihal tersebut tidaklah bisa terjadi
begitu saja, jika Rakyat sudah memutuskan sendiri siapa carakanya, berarti wilayah itu sudah tidak lagi kondusif; class, chaos, cup dan lain
sebagainya, bisa dipastikan hal tersebut tengah mewarnai situasi negeri tersebut, bahkan sebelum kehendak Rakyat itu
ter-blowup.
Untuk wilayah yang tidak bisa ditolak
adalah jika dia adalah caraka Tuhan.
Jika Tuhan sudah berkehandak, bisa
melalui tragedi atau tidak sama sekali, terserah Tuhan.
Hal ini urusan bukan untuk dibahas
detailnya, karena sudah ada yang menanganinya.
Janji
Janji apa/siapa? Partai, Rakyat, Tuhan
Pada apa/siapa dia berjanji? Partai, Rakyat,
Tuhan
Utusan itu berjanji setia pada Partai,
karena diutus Partai.
Utusan itu berjanji setia pada Rakyat,
karena diutus Rakyat.
Utusan itu berjanji setia pada Tuhan,
karena diutus Tuhan.
Ada caraka
sejati, ada yang caraka
abu-abu/palsu.
Hal ini sangat lumrah, karena disetiap
diutusnya seorang pemegang amanah, selalu disertai beberapa yang palsu. Sejak
zaman kenabian pun juga seperti itu, selalu ada nabi palsu disaat yang sama di
zaman kenabian tersebut. Hal ini “memang” setting
Tuhan untuk membedakan bahwa; mana yang benar dan mana yang salah, umat yang
beriman dan umat yang masih ragu atau umat yang tidak beriman.
Jika disudutkan pada dua/lebih pilihan,
untuk membedakan mana caraka sejati dan
yang abu-abu, bagaimana membedakan/mengenalinya?
Jikalau saja, manusia lebih mau
bercengkrama dengan alam (walau sedikit) tanda itu pasti akan nampak. Karena ketika
sebuah “keputusan langit” telah ditetapkan untuk manusia, alam tidak akan tinggal
diam. Alam akan menyambut dengan caranya sendiri, “sekecil” apapun “keputusan
langit”, alam pasti turut merayakannya, turut mensyukurinya. Alam turut
bersyukur bahwa Tuhan masih mau memperhatikan dan sayang pada manusia.
Jika ada kepekaan dan kepedulian manusia
pada alam, semakin peka manusia, semakin besar pula mereka memberikan
tanda-tanda itu pada manusia.
Sakti
“Kesaktian” caraka, baik caraka
sejati maupun abu-abu, “sebenarnya” jika dikalkulasikan dengan hitungan manusia
adalah imbang, atau hampir imbang.
Lantas dari mana “kesaktian” itu
berasal?
“Kesaktian” caraka abu-abu berasal dari keyakinan.
Keyakinan bahwa amanah yang diemban itu
adalah asli. Sebagaimana jika seorang yang diberikan kepercayaan untuk
mengerjakan sesuatu yang merupakan hobby-nya;
lupa waktu, tiada kenal lelah, tidak merasa capek setelah mengerjakannya dst. Semua
itu semata karena keyakinan yang dijalani dengan suka cita, tanpa berfikir
ulang [lagi]; pekerjaan itu untuk apa, untuk siapa, atas dasar kepentingan
apa/siapa, merugikan apa/siapa dan lain sebagainya.
“Kesaktian” pemegang amanah sejati
berasal dari Tuhan, entah dengan cara, mendapat halangan apapun, Caraka itu akan senantiasa menemukan
jalan keluar dan terselamatkan.
Mati
Lantas…
Apa/siapa yang mati?
Apa/siapa mematikan?
Jika yang diemban oleh caraka telah “mati”; sudah tidak sesuai
amanah, berkhianat. Berarti ideologi, janji, amanah itu yang telah “mati”.
Caraka partai bisa “mati” oleh Partai; Recall.
Caraka Rakyat bisa juga “mati” oleh Rakyat, Partai; class, cup, skandal dll.
Tuhan yang memiliki kehidupan, hanya Dia
yang berhak menetukan apa/siapa yang mati dan apa/siapa yang hidup. Pun juga
Dia yang berhak memberikan pensiun pada apa/siapa.
Dalam Aksara Jawa disebutkan sama-sama
berakhir dengan kematian, kira-kira bagaimana kedua caraka tersebut bisa menuai kematian…..
Mari kita saksikan saja siapa yang
menjadi caraka sejati, dan apa yang
akan terjadi babak demi babak negeri ini.
HA NA
CA RA KA, DA TA SA WA LA, PA DHA JA YA NYA, MA GA BA THA NGA
HA NA
CA RA KA, DA TA JA YA NYA, PA DHA BA THA NGA, MA GA SA WA LA
HA NA
BA THA NGA, DA TA SA WA LA, PA DHA CA RA KA, MA GA JA YA NYA
NA
SA WA NA TA RA, BA KA LA JA YA, HA PA LA WA HA NA MA NA RA MA KA
ipungsweettenan@05072014
Komentar
Posting Komentar